Selasa, 12 Februari 2008

Mimpi Sekolah Gratis

Hampir disetiap kesempatan kita disuguhi slogan atau jargon Sekolah gratis,berobat gratis,pembutan KTP dan KK gratis. Slogan ini sengaja dikeluarkan para kandidat yang akan bertarung dalam pemilihan kepala daerah di banyak tempat. Slogan sekolah gratis dinilai sangat ampuh untuk menarik masa sebanyak mungkin. Karena kita ketahui betapa mahalnya biaya sekolah apalagi ditengah situasi yang sulit saat ini. Tidak heran bila Danny Setiawan calon incumbent pada pemilihan gubernur Jawa Barat berani berpromosi di TV nasional dengan jargon sekolah gratis. Contoh lain dilakukan oleh pasangan Jazuli Juwaeni-Airin Rachmi Diany yang maju dalam pertarungan pemilihan bupati dan wakil bupati tanggerang juga berpromosi di media massa nasional. Namun sayang pasangan yang didukung enam partai politik yang bernama Koalisi Perubahan ini belum mampu meyakinkan pemilih di kabupaten Tanggerang untuk bersekolah gratis. Tidak semua slogan itu benar adanya. Agar dapat diterima banyak orang maka slogan harus dikemas sebaik mungkin. Setiap orang dapat mendengungkan jargon GRATIS, apalagi bila jargon itu dapat diwujud nyata kan ketika mendapat kepercayaan menjadi seorang pemimipin. Kadangkala yang membuat kecewa, ketika terpilih mejadi pemimipin lupa akan janji. lagi-lagi janji yang pernah diucapkan tinggal janji tanpa ada realisasi. Megawati Soekarno Putri selaku ketua umum PDIP berani mengkritisi kebijakan pemerintah yang dinilai belum mampu memenuhi janjinnya kepada masyarakat Indonesia (Kompas 1/02).
Kembali pada dua kata yaitu sekolah dan gratis . Untuk mewujudkan sekolah gratis yang bermutu dalam satu daerah baik tingkat kabupaten kota dan provinsi bukan perkara yang gampang butuh kerjasama lintas instansi. Instrument yang perlu diperhitungkan untuk menciptakan sekolah gratis diantaranya sumber pendanaan apakah diambil dari APBD atau APBN dan bila diambil dari kedua pos tadi maka kebijakan ini mesti mendapat persetujaun dari Pihak legislatif atau dewan perwakilan rakyat DPR/DPRD. Untuk membulatkan suara parlemen bukan perkara mudah. Karena setiap partai politik mempunyai kepentingan masing-masing.
Pembelajaran Gratis
Satu hal yang dapat dirasakan langsung oleh pemilih dalam pesta demokrasi model baru ini yaitu setiap pemilih mendapat pembelajaran dibidang politik dan sosial secara gratis bukan sekolah gratis. Karena pemilih tidak mengeluarkan uang secara langsung, melainkan dari APBD dan APBN. Pembelajaran gratis dalam pesta demokrasi itu dimulai paling tidak dua tahun sebelum hari pemungutan suara. Tahapan itu dimulai ketika kandidat mencoba untuk merapat ke partai politik dalam rangka meraih dukungan, masa sosialisasi oleh KPUD, selanjutnya masa kampanye dan hari pemungutan suara. Bila dilihat dari lamanya masa pembelajaran ini yaitu dua tahun, maka peserta didik atau pemilih seharusnya telah menamatkan studi setingkat strata dua (S2) dalam ukuran pendidikan dalam negeri.
Proses Pembelajaran Yang Gagal
Dalam dunia pendidikan formal seusai masa pembelajaran, peserta didik akan diuji tingkat pemahaman nya terhadap proses pembelajaran. Hasil nya ada yang dinyatakan lulus dan tidak lulus. Dikancah politik praktis pun demilkian. Pemilih yang berhasil dalam pembelajaran akan mendapat predikat pemilh cerdas. Pemilih cerdas tentu akan memilih kandidat yang teruji tepat janji dan bukan pengumbar janji. Belajar dari pemilihan kepala daerah di beberapa daerah tampaknya banyak peserta didik/pemilih bahkan elit poilitik yang tidak mendapat nilai yang memuaskan. Ini terbukti di sejumlah daerah terjadi kerusuhan setelah pasca hari pemungutan suara. Seperti yang terjadi di Sulawesi selatan (Kompas 17/1: Unjukrasa mulai anarkis). Situasi Kota Makassar, Sulawesi Selatan, memanas menyusul tak kunjung selesainya kisruh politik usai keluarnya keputusan Mahmakah Agung yang meminta penyelenggaraan pemilihan ulang gubernur Sulsel di empat kabupaten. Tentu sangat disayangkan bila pembelajaran gratis ini tidak dimanfaatkan secara maksimal. Pasti hasilnya akan berupa kegagalan. Bila ditelisik lebih jauh kegagalan ini banyak diakibatkan oleh elit politik yang belum mampu menjadi Guru yang baik. Misalnya enggan untuk mengakui keungulan lawan. Dibeberapa derah lainya pembelajaran gratis masih berlangsung. Di Sumatera Selatan pemilihan gubernur berlangsung pada bulan Agustus mendatang. Dua kandidat yang cukup familiar juga mengkampanyekan kata-kata gratis. Alex Noerdin calon dari Golkar ini yakin menang karena Dia menglaim sukses dalam program sekolah gratis di kabupaten Musi Banyuisin sementara calon incumbent Syahrial Oesman juga merasa dapat kembali memimpin 6 juta penduduk sumsel lewat program sekolah gratis berkualitas.

Tidak ada komentar: