Senin, 19 Juli 2010

Abil Masuk SD


Anak pertama kami Nabil Abyaza Hendrawan, kini sudah berusia enam tahun. Dirumah ia dipanggil kakak sedangkan teman sebayanya biasa menyapanya dengan panggilan Abil.

Tak terasa, waktu berlalu begitu cepat. Memori enam tahun lalu, seakan teringat kembali. 22 Desember 2004, tepatnya empat hari menjelang bencana besar Tsunami di Nangroe Aceh Darussalam (NAD) terjadi, ia dilahirkan secara caesar oleh tim dokter dari Rumah Sakit Bersalin YK Madira dibawah pimpinan Prof.DR. Kurdi.

Hampir enam tahun berlalu, hari ini, Senin (19/7/2010) Nabil sudah sepekan duduk di sekolah dasar. Saya dan istri merasa takjub terhadap perkembangan mentalnya. Tak ada rengekan atau raut muka takut tampak diwajahnya ketika hari pertama harus berangkat ke sekolah naik mobil jemputan milik pak feri tetangga kami satu komplek.

Terpancar jelas diwajahnya, keceriaan betapa indahnya menimba ilmu di Sekolah Dasar Negeri 179. Sebelumnya kakak dari Nalisya Hendrawan ini menjalini masa pra sekolah di TK Adilia Mulia.

Tidur lebih cepat dan bangun lebih pagi merupakan aktifitas baru yang mesti ia jalani setiap hari. Pukul lima pagi Nabil mesti segera mandi selanjutnya sarapan dan langsung mengenakan pakaian sekolah. Maklum saja, pukul enam pagi kendaraan antar-jemput sudah bersiap untuk mengantarkan ia ke sekolah yang berjarak sekitar 12 kilometer dari kediaman kami di Komp Griya Hero Abadi. Bila tidak tersentuh macet maka perjalanan bisa ditempuh dalam tiga puluh menit namun bila terjebak kemacetan maka bisa menghabiskan waktu hampir satu jam.

Mulai hari pertama sekolah, Senin (12/7) sepekan silam mama-papanya belum bisa menemaninya sepanjang jam pelajaran hingga selesai. Tentu hal ini berbeda dengan teman lain nya yang masih ditunggui orangtua bahkan hingga seminggu berlalu masih banyak siswa yang ditunggui orangtuanya.

Maklum saja kami mama papanya sama-sama kerja sehingga membuat Nabil harus tampil beda. Cerita unik,lucu dan mengaharu biru menjadi oleh-oleh Nabil siang itu. Tentu yang jelas Nabil mesti menahan rasa kantuk dan lapar pada hari pertama di sekolah. Pukul 10.30, Nabil tiba kembali dirumah. Tidur tampaknya merupakan pilihan utamanya. Tanpa banyak bicara dan tanpa mengenakan pakaian lagi ia langsung menuju bilik pink (sebutan buat kamar kesayangan nya), dan tertidur pulas.

Tampaknya rasa kantuk itu terbayar sudah manakala terjaga sekitar tiga jam kemudian. Makan siang menjadi pilihan selanjutnya untuk membuang bunyi keroncongan di perut. Keluar dari bilik pink ia disambut adik cantiknya Nana dan kedua neneknya. Lahap, hal itulah yang tampaknya sulit ia sembunyikan. Nasi putih bersama lauk seadanya dihabiskan tak tersisa.

Duduk dibarisan paling belakang menjadi pilihan yang tak dapat ditolak. Karena dihari pertama sekolah para orang tua yang lain sudah sejak subuh datang ke sekolah untuk mencarikan tempat duduk di depan.

Perbedaan lain mulai ia rasakan di bangku sekolah dasar ini. Dari sisi akademis terdapat pelajar yang baru baginya. Disini terdapat pelajaran Seni budaya, Sempoa, Bahasa Inggris, dan beberapa mata pelajaran lain yang lumaya sulit. Namun tampaknya hari-hari di sekolah membuatnya senang karena banyak teman sehingga pelajaran tersebut tidak terlalu sulit baginya.

Kelak, pada masanya belasan tahun kedepan Nabil menjadi anak yang menjadi kebanggan keluarga. Ia mampu membimbing adiknya Nalisya, ia dapat pula membikin mama-papanya dan keluarga besar merasa bahagia. (mama-papa)