Kamis, 01 Mei 2008

Palembang (1/5) Siang itu suasana disekitar bundaraan air mancur sangat hiruk pikuk, lalu lalang kendaraan dan hilir mudik pejalan kaki tampak mewarnai hari libur nasional yang juga bertepatan dengan hari buruh dunia. Tepat pukul 11, suasana disekitar Masjid kebanggaan wong sumsel ini bertambah semarak. Bukan karena ada pembagian sembako atau minyak tanah gratis melainkan ada sekitar 100an orang dari berbagai kalangan yang tengah memperjuangkan nasib buruh. "Hidup buruh, hapus sistem buruh kontrak" ujar seorang orator sembari mengenakan pakaiaan persis seorang welder, keperihatinanan itu muncul dari mulut pengeras suara yang dipangku oleh seorang pemuda yang berumur sekitar belasan tahun. Secara spontan seorang pengunjuk rasa yang tampak masih muda itu menjawab, Buruh, dimanakah engkau kini... Memang dari penulusuran, selama aksi berlangsung tidak tampak satupun buruh yang ikut bergabung. Hari buruh, kok yang berdemo malah dari wahana lingkunan hidup (walhi) ujar seorang jurnalis tv.Kami mencoba menelusuri kemana mereka para buruh hari ini, dipusat pasar tradisoanal yang tak jauh dari jembatan ampera kami coba untuk tahu. Ada banyak alasan buruh tidak peduli akan hari jadi mereka.Egi, cewek hitam manis itu malah bertanya balik ketika diminta untuk berkomentar soal hari buruh. Apo dio aku idak ngerti (Apa, saya tidak mengerti). Alasan lain mengemuka buruh mulai masuk ke rana politik praktis, misal dengan menjadi "jurkam" calon walikota bahkan gubernur. Menurut sumber yang layak dipercaya, "jurkam" merasa kurang etis bila ikut menyuarakan kepentingan buruh dimasa-masa pemilihan kepala daerah. Buruh di Palembang sangat berbeda dengan buruh di pulau jawa. Ratusan buruh menggelar unjuk rasa besar-besaran menuntut perbaikan kesejahteraan mulai dari tanggerang, jakarta, surabaya, Yogyakarta.