Sabtu, 22 Januari 2011

Kenapa Mesti Bayar

Memutuskan untuk berpisah dari orang tua merupakan keputusan yang cukup bijaksana. Meskipun diawal-awal dulu sempat ditentang oleh ibu mertua. Maklum istriku merupakan anak bungsu dari enam bersaudara. Jadi berat bagi ibu untuk melepas putri cantiknya itu. Setelah melakukan komunikasi yang cukup mendalam, ibu berhasil memaklumi niat kami untuk membina suatu rumah tangga yang sebenarnya. Yaitu kami ingin membesarkan putra putri kami dengan cara kami sendiri, adanya perpaduan tradisional dengan sentuhan modern.
Maka sekitar awal tahun 2006 lalu "petualangan" pun dimulai. Ketika itu Nabiel anak pertama kami baru beusia 2 tahun. Kami tinggal di perumahan yang sangat sederhana dengan suasana yang jauh dari kesan hijau. Tampaknya pengembang perumahan itu belum tertarik untuk membuat lingkungan yang lebih asri. Sebenarnya kami khawatir bila kondisi lingkungan yang kurang sehat akan berdampak buruk bagi pertumbuhan buah hati kami. Hal itu dapat dilihat dari hampir tidak ada sama sekali pohon yang tumbuh disekitar rumah, saluran air sering mampet akibat banyaknya sampah rumah tangga yang sengaja dibuang warga secara sadar. Warga beralasan membuang sampah ditempat yang disediahkan jauh dari diluar komplek sehingga mereka enggan untuk sejenak meluangkan waktu. Sebenarnya ada sebagian warga yang memanfaatkan jasa tukang pungut sampah, namun yang sering dikeluhkan warga tukang sampah ini datangnya sering diluar jadwal. Alhasil sampah rumah tangga seperti sisa nasi yang sudah basi ataupun potongan sayur yang menumpuk menimbulkan bau yang tak sedap serta menjadi sarang bibit penyakit.
Melihat kondisi lingkungan yang seolah tak bertuan ini membuat kami berpikir bagaimana caranya menjadikan kami sekeluarga dan warga lainnya jadi lebih peduli akan kehijauan dan kesehatan lingkungan secara swadaya. Berharap adanya peran aktif dari pihak pengembang tampak tidak mungkin, mereka hanya berfikir soal untung rugi. Adalah rugi besar bila harus melakukan penghijauan dan tidak ada untungnya bagi pengembang bila harus merogoh kocek untuk sekedar membuat saluran air yang baik. Kami selalu berpikir, lingkungan tempat tinggal kami harus selalu tampak hijau, asri, bersih. Kami juga tetap mengedepan kan swadaya agar uang tidak keluar berlebih
Dalam internal keluarga kecil kami yang terdiri atas suami-istri dan dua orang anak sejak dini kami sudah mencoba cara-cara sederhana untuk menjadikan lingkungan tetap sehat. Nabiel, yang saat ini berusia 6 tahun dan duduk dikelas satu Sekolah dasar sudah terbiasa dengan tugas rutinya untuk membersihkan halaman rumah dan membuang sampah yang terkumpul pada tempat semestinya. Hingga hari ini kami belum tertarik untuk meminta tukang sampah membuang sampah. Kami sengaja membisakan nabiel untuk peduli akan kebersihan lingkungan dengan malakukan hal-hal yang sederhana sebab banyak anak yang melihat sampah dedaunanpun agak alergi apalagi sampah lainnya. Suatu ketika ada tetangga yang tampak risih melihat kami yang merupakan satu-satunya warga yang tidak berlangganan tukang sampah. “pak enak langganan aja sama tukang sampah, cuman sepuluh ribu kok sebulan” ungkapan ini ada benarnya. Tapi kami berkeyakinan bila sampah selalu dipungut oleh si tukang sampah, kapan lagi kami dapat membiasakan Nabiel untuk peduli. Perlahan tapi pasti kebiasan yang dibangun dari usia sekitar setahun itu menjadikan Nabiel kini merasah risih bila dedaunan dan sampah lain nya masih berserakan di sekitar rumah. Satu persatu sampah dia pungut dan dikumpulkan dalam wadah, sejurus kemudian sepeda angin kesayangannya siap menghantarkan sampah itu ke bak penampungan diluar komplek. Kebiasan Nabiel tampaknya mulai menular ke adiknya Nalisya. Nalisya yang baru berusia dua tahun ini tak kalah gesitnya manakala kakaknya bersih-bersih. Dengan caranya sendiri dia tampak memungut apapun yang dia jumpai, termasuk bunga kesayangan mamanya. Sekali seminggu tak lupa kami membersihkan saluran air, alhasil saluran air jadi semakin lancar. Bersih dan lancarnya saluran air yang melintas didepan rumah kami tampaknya membuat para tetangga merasa malu untuk membiarkan sampah tetap berdiam didalam got. Secara rutin dan swadya kini kami dan warga mulai terbiasa untuk bersih lingkungaan. Walau belum begitu asri, kini warga bersepakat untuk secara bertahap untuk menjadikan lingkungan semakin hijau.